Newest Articles

Minggu, 20 Juni 2010

Harap Terkubur Angan

Sampaikanlah sebelum harapan itu terkubur selamanya, dia itu keindahan abadi saat kau sadari. Meski harapan kosongmu menghantui, jangan, jangan sesalmu jangan, tiba saat waktu berkata”.

Setidaknya Andra, akan melihat kata kata pedih itu kala ia terjaga menyambut merdunya alunan kumandang azan dari mesjid disamping rumahnya. Pedih, begitu perih ia rasa tiap ia melihat deretan kalimat yang ia tulis dengan cat di hadapan tempat tidurnya, 1 tahun lalu. Semua memang tidak akan lagi kembali padanya, dan bukan waktu yang enggan kembali, tapi itulah sesalan cinta yang tersimpan. Kenangan indah yang masih ia simpan saat ia menatap senyum manis dari wajah pujaan hatinya. Kenangan-kenangan yang jadi saksi betapa sebenarnya ia menyimpan besar cinta yang tak tersampaikan pada makhluk suci dari sang Rabb. Tapi sekali lagi, waktu telah memaksanya mengubur kata yang hampir ia sampaikan. Suatu rasa yang kala itu tak ia mengerti,sesuatu yang menghantui sejak ia menginjakkan kakinya di gedung baru di desanya, SMA.

Tahun ajaran baru dimulai, sekolah diisi dengan wajah-wajah baru, wajah ceria, wajah cerah harapan, dan wajah penuh semangat. Begitu juga dengan dirinya, seorang pemuda yang baru lulus dari SMP dan kini memulai dunia baru di SMA yang belum lama berdiri di desanya. Disini semua dimulai, sebuah cerita yang ia simpan dalam aliran waktu kepunyaannya.

“Andra, memang benar kata mereka.... masa SMA akan menjadi masa yang terindah dalam hidup”, kata Ahmad sambil memegang pundak Andra.

“Ya, kurasa begitu”, jawab Andra seraya membenarkan letak kacamata tebalnya.

“Eh.... kamu duduk disini saja, disebelahku”, kata Ahmad sambil menunjuk sebuah bangku yang kosong belum terisi. “Ya sudah taruh bukumu, kita keliling dulu menjelang masuk”.

Andra mengangguk “Oke.... aku rasa sedikit udara segar bisa memulai pagi ini”.

Ahmad, teman bermain Andra sejak kecil yang juga saudara sepupunya, Ahmad juga teman kala ia berduka dan tentunya berbagi ceria. Ahmad adalah orang yang pertama kali tahu saat ia mempunyai suatu masalah. Baginya Ahmad adalah sahabat terbaiknya. Mereka berjalan melintasi lorong sekolah, sambil memandangi murid murid lain yang bersenda gurau menunggu bel masuk. Mereka berjalan melintasi kelas-kelas lain, dan ia menemukan sosok yang begitu indah di kelas X2, tersenyum ceria bercerita bersama teman temannya. Dia berbeda dari yang lain, dan pada hari itu benarlah kata orang-orang tua dulu untuknya, dari mata jatuh ke hati. Dia terpana sejenak hingga ketika gadis tersebut melihatnya. Dengan kesadaran yang baru muncul, ia membuang muka dan dada yang masih berdebar ia pergi mengejar Ahmad yang telah jauh di depannya. Hari itu membuatnya begitu tak tenang, hingga pelajaran usai ia masih tetap saja memasang tanda penasaran dihatinya akan senyum jelita yang ia lihat pagi itu.

Hari-hari berlalu, tak terasa 3 bulan telah mereka jalani masa-masa di SMA. Andra mulai dibayang bayangi sesuatu yang tak ia mengerti, ada bayang-bayang wajah gadis yang ia curi pandang dikala pagi dan juga pada saat lain yang bisa ia manfaatkan untuk menikmati betapa indahnya makhluk itu diciptakan. Ahmad mulai merasa ada sesuatu yang lain pada diri sahabatnya. Andra sering kali terlihat menatap ke halaman sekolah dengan pandangan kosong dan sesekali tersenyum. Dan tentunya ia mengerti apa yang sedang dipikirkan Andra. Timbul niatnya untuk bertanya langsung apa gerangan yang menimpa sahabatnya itu.

“Ehm, kamu kok senyum senyum sendiri ? Ada yang aneh dengan halaman sekolah ?” tanya Ahmad membuyarkan lamunan Andra.

Setengah terkejut Andra menjawab, “Ehm, tidak kok, cuma membayangkan sesuatu saja”.

“Ooo, begitu. Bukannya karena anak kelas sebelah ?”

Andra terdiam sejenak lalu tersenyum dan berkata, “Iya juga sih, kok kamu tahu?”.

“Haha, Seperti tidak aku siapa. Aku kan mempunyai mata dan hati yang sudah tidak asing lagi dengan kebiasaan-kebiasaan anehmu,” ledek Ahmad. “Kalau kamu benar-benar serius, katakan saja padanya tentang semua itu,” sambung Ahmad.

Mereka tertawa dalam keriangan dan pulanglah dua sahabat tersebut sambil menatap indahnya langit biru yang dihiasi putihnya awan. Semuanya seindah perasaan Andra pada saat itu.

Waktu berlalu semakin cepat rasanya, apalagi bagi Andra. Tak terasa setahun terlewati, dan kini ia telah duduk di kelas XI SMA. Sesuatu yang membuatnya semakin tidak karuan adalah ia sekelas dengan orang yang ia pikirkan dalam keheningannya, orang yang ia mimpikan dalam harapnya. Meski ia tahu pujaan hatinya telah punya hati sendiri yang lain. Tapi prinsipnya, bukan salah angin berhembus, bukan salah awan mendung mengundang hujan berderai, dan bukan salah siapa rasa ini menghampiri.

Apalagi ketika pertama Andra mendengar suaranya mengalun saat tak sengaja bertabrakan didepan pintu kelas. “Eh sorry aku tidak sengaja”, kata Andra cepat sembari memunguti buku buku yang terjatuh dari tangan pujaan hatinya.

“Tidak apa-apa, eh kamu Andra kan, aku Dini, salam kenal maaf terlambat kenalannya” kata gadis itu sambil tersenyum.

Tak terbayangkan betapa senangnya hati Andra mendengar suara dari seseorang yang namanya ia ukir dalam dada, berbicara padanya dan menyebut namanya, dihadapannya, tersenyum manis. Aduhai betapa Andra gila dibuatnya. Setelah selama 1 tahun ia tak berani sedikitpun menyapanya bahkan untuk berkenalan.

Sejak saat itu, Andra pun berusaha untuk semakin dekat dalam kesehariannya. Namun, semakin dekatnya pertemanan mereka, maka semakin Andra tak sanggup lagi mengingkari bahwa ia benar-benar telah jatuh hati pada sosok yang ia kagumi senyumnya. Hidup Andra kian terasa berat ketika ia berbicara dengannya, ada keinginan kuat untuk mengatakan perihal apa yang ia dekap dalam dadanya. Tapi, nyalinya telah lebih dulu gemetar untuk mengatakan semuanya. Andra selalu berpikir bahwa rasa ini tak harus saling memiliki, asal dia bahagia, biarlah rasanya rela disini menatapnya berbahagia.

Tapi terkadang ia merasa, tak bolehkah ia ungkapkan semua ini padanya untuk sekedar memberitahu padanya bahwa ada seseorang disini mengaguminya. Terutama senyumnya yang buatkan bahagia tak terkira. Andra benar-benar dibuat bingung, hingga waktu memberi jawaban yang sematkan duri dalam daging yang luka.

Hari itu pembagian rapor kenaikan kelas, dengan semangat Andra pergi kesekolah bersama Ahmad. Ahmad melihat sesuatu yang tak seperti biasa pada Andra, terutama sejak beberapa minggu terakhir ini.

“Andra, tidak seperti biasa kamu ceria berangkat sekolah ?”, tanya Ahmad penasaran.

“Hari ini tekadku bulat” jawab Andra semangat. Ahmad bingung.

“Juara?”, tanya Ahmad lagi.

“Tidak, ini urusan hati.....”, jawab Andra sambil tersenyum.

Ahmad mengerti dan membalas senyum, “Itu baru Andra sahabatku yang kini terlahir kembali semangatnya”.

Hari itu berjalan biasa,tapi ada sesuatu yang berbeda. Andra merasakan sesuatu yang tak biasa pada aura alam yang mendung sejak pagi. Sebentar lagi pukul 10.00, saat pembagian rapor kenaikan kelas, tapi sampai saat ini ia tidak juga melihat seseorang yang ia cari sedari pagi. Dari kejauhan ia melihat Ahmad berjalan dengan wajah lesu.

“Andra, ada kabar buruk. Dini kecelakaan sewaktu berangkat sekolah tadi pagi dan dia...” kalimat lirihnya yang terpotong membuat Andra kaget.

Innalillahi wa innailaihirajiun, kenapa pihak sekolah tidak memberi pengumuman?” tanya Andra dengan rasa terkejut bercampur tidak percaya.

“Kamu pasti bercanda, hehe. Kamu ngerjain aku ya?” tanya Andra tidak percaya dengan nada tinggi. Seketika itu pula ia merasa lemas dan dunia terasa berputar-putar tak tentu arahnya melaju.

“Andra, cepat bangun. Sudah selesai adzannya cepat berangkat ke Mushalla, nanti terlambat,” terdengar suara ibu Andra dari dapur.

Seketika buyarlah kenangan masa lalunya. Ia berdiri dan sekali lagi menatap pada kalimat tersebut. Menitiklah air matanya, “Andai tuhan berikan aku kesempatan beberapa detik saja tuk katakan rasa ini padamu”. Andra melangkah keluar sambil menghela nafas panjangnya.

By : Rico Cahyanto

~~~()~~~

1 komentar:

  1. Bukan sembarang kisah kugarap...
    hanya memang takkan terlupa dariku sampai kulelap...

    BalasHapus